Sabtu, 07 Juli 2012

Puisi “Krawang-Bekasi” dan “The Young Dead Soldier”

KRAWANG-BEKASI
Chairil Anwar

Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati ?

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.

Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa

Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan

Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir

Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian

Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi

1948
Brawidjaja,
Jilid 7, No 16,
1957


The Young Dead Soldier
Archibald MacLeish

Nevertheless they are heard in the still houses: who has not heard them?
They have a silence that speaks for them at night and when the clock counts.
They say, We were young. We have died. Remember us.
They say, We have done what we could but until it is finished it is not done.
They say, We have given our lives but until it is finished no one can know what our lives gave.
They say, Our deaths are not ours: they are yours: they will mean what you make them.
They say, Whether our lives and our deaths were for peace and a new hope or for nothing we cannot say: it is you who must say this.
They say, We leave you our deaths: give them their meaning: give them an end to the war and a true peace: give them a victory that ends the war and a peace afterwards: give them their meaning.
We were young, they say. We have died. Remember us.



Analisis Puisi Kerawang-Bekasi terhadap Puisi The Young Dead Soldiers Karya Archibald Macleish
  • Jika melihat kalimat pada tiap baris kedua puisi, memang terdapat banyak sekali kesamaan. hanya terdapat beberapa baris saja yang dapat dikatakan berbeda, yaitu pada baris pertama dan kedua yaitu " Kami yang kini terbaring antara Kerawang dan Bekasi / Tidak bisa teriak merdeka dan angkat senjata lagi " demikian juga pada bait terakhir puisi tersebut yaitu " Kenang, Kenanglah kami / Teruskan, Teruskan jiwa kami / Menjaga bung karno / Menjaga bung Hatta / Menjaga bung Syahrir ". Melihat begitu banyak kesamaan, maka tidak mungkin jika ini disebut kebetulan atau hanya terinspirasi, sebab jika hanya terinspirasi pasti hanya tema dan makna isi nya saja yang sama, sedangkan redaksinya pasti berbeda.
  • Dari biografi Chairil, diketahui bahwa Chairil sangat haus akan ilmu. ia belajar melalui buku, majalah kebudayaan dalam bahasa Belanda, Inggris, atau Melayu. Kecintaannya akan ilmu membuat Chairil kerap kali melakukan pencurian buku atau tanpa sungkan sering merobek halaman buku yang dibutuhkannya, baik dari toko buku atau buku milik sahabatnya. Memperhatikan karakter Chairil yang seenakya dan seolah bebas dari aturan, maka tidak mustahil jika ia pun berani melakukan peniruan puisi penyair lain, atau pencurian saduran puisi penyair lain atas nama dirinya.
  • Puisi The Young Dead Soldiers dibuat sekitar tahun 1948, demikian juga dengan puisi kerawang Bekasi dibuat di tahun yang sama, meski tidak diketahui secara pasti bulan pembuatannya. hal ini memberi gambaran bahwa mungkin salah satu puisi itu meniru atau mengadopsi puisi yang lainnya.
  • Menurut sejarah puisi Kerawang Bekasi dibuat Chairil karena terinspirasi oleh seorang warga Bekasi bernama KH Noer Alie yang meminpin pertempuran melawan Belanda, peristiwa tersebut dikenal sebagai Peristiwa Rawa gede sekitar tahun 1945. yang jadi pertanyaan jika terinspirasi peristiwa tersebut, mengapa puisinya baru dibuat tahun 1948 ? bersamaan dengan tahun pembuatan puisi karangan Archibal.
  • M. Fadjroel Rachman, seorang pengarang, bukunya berjudul " bulan jingga dalam kepala " dalam diskusi temu pengarang di Gramedia Book Fair Desember 2007 di Sabuga ITB mengatakan bahwa dalam prosesnya menjadi seorang sastrawan Chairil berlatih dengan menterjemahkan puisi-puisi asing, kemudian belajar menirunya denngan mengutak-atik atau mengubah kata dan frasanya. bahkan karena terkagum-kagum dengan peniruannya terkadang mencantumkan namanya pada sajak terjemahannya. hal ini memberi gambaran bahwa mungkin saja puisi kerawang-Bekasi adalah salah satunya.
  • HB Jassin, dalam bukunya " Chairil Anwar Pelopor Angkatan 45 " mengomentari tentang tuduhan plagiat terjadap Chairil. Jassin menyebutkan " Plagiat yang dilakukan Chairil seluruhnya melalui saduran atau terjemahan bebas yang mendekati penciptaan kembali puisi tersebut menurut Chairil "
  • berdasarkan analisis diatas, maka dapat disimpulkan bahwa puisi Kerawang-bekasi merupakan hasil adopsi dari puisi milik Archibal Mecleish. sekalipun demikian , Chairil tetaplah Chairil, ketajaman kata-katanya, serta kemampuannya memberi jiwa pada karya-karyanya, membuat puisi tersebut melegenda.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar